Pages

Sabtu, 17 Desember 2011

Do A Best Friend Exist?

Do A Best Friend Exist?
Apakah sahabat sejati benar-benar ada?

-Prolog-
Seminggu ini Tuhan benar-benar menguji hamba-Nya yang mungil ini untuk mencari jawaban atas sebuah pertanyaan sederhana yang ia ciptakan sendiri, dan harus ia temukan sendiri jawabnya. Sebuah tanya yang lahir bukan karena ia tidak percaya tentang indahnya persahabatan. Sebuah tanya yang mungkin ada karena ia hanya sedang meragu tentang takdirnya sendiri, tentang sahanat sejatinya.
Sedari pertama Tuhan menakdirkan aku menjadi manusia yang menghirup hawa dunia fana, aku memang bukan seorang sahabat sejati. Bukan manusia yang menghabiskan detik demi detik hidupnya untuk tertawa bersama, berbagi cerita dengan orang-orang yang saling menganugerahi gelar sahabat satu sama lain. Bukan, bukan karena aku makhluk introvert yang lebih nyaman menghabiskan waktu seorang diri, membisu tanpa kata, berdiam tanpa canda. Hanya semacam belum merasa pantas untuk mengalungkan medali bertuliskan sahabat kepada mereka, yang selama ini lebih layak disebut teman. Ya, teman.
Barangkali ada baiknya memahami secuil beda antara sahabat dan teman. Sahabat akan sangat merasa bersalah ketika Ia menyakiti sahabatnya, untuk kemudian datang dengan sebuah permintaan maaf. Di lain pihak, seorang teman sangat berhak menyakiti. Menyakiti.
Kata-katamu di saat mood hatimu sedang tidak baik mungkin terdengar biasa, sangat biasa, kecuali bagi seseorang yang sudah beberapa minggu menuliskan namamu di sebuah ruang kecil di hatinya, dan bersiap mengukir nama-namamu sebagai sahabat. Mood mu yang adakalanya sangat tidak terkendali sekalipun, itu semua wajar. Sangat wajar bila itu bukan bagi mereka yang sangat berharap kamu akan menjadi salah satu bagian penting hidupnya dan mengisi relung harinya dengan gelak tawa.
Bicara semaumu, menggumam tanpa peduli perasaan seseorang yang dengan sangat lembut menyapamu, pergi dengan gusar, atau segala yang kamu perlihatkan di hadapanku atas nama badmood, semua itu mutlak hakmu sebagai manusia yang hidup, memiliki mulut untuk bicara-meski itu hal yang menyakiti-, memiliki kedua kaki untuk sekedar meninggalkan sosok di depanmu.
Serta merta aku pergi dan merapuh diri. Bila engkau berkenan menyelinap ke dalam hatiku saat itu juga, lihatlah namamu kububuhi tinta merah dengan tanda silang yang besar, sangat besar. Dan bila Tuhan mengizinkan, biarlah aku tarik lagi semua doaku yang tulus tentang mimpi-mimpi besarmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar