Pages

Selasa, 23 Agustus 2011

Kado untuk Indonesiaku



Siang itu panas. Rimbunnya pepohonan yang menyelimuti banguna gedung tua bercorak kolonial, tempat kami belajar,  seolah tak mampu menetralisir gerahnya suasana. Sepoi angin yang biasanya datang membelai enggan datang kali itu. Sungguh siang yang berat bagi umat muslim yang tengah berpuasa.
Sosok pria paruh baya itu memasuki kelas. Sepetak ruang dengan meja – meja khas masa pendudukan Belanda yang semula riuh rendah sunyi dalam sekejap. Saya terdiam di bangku kayu pada barisan kedua, menanti sosok paruh baya tadi memanggil satu persatu anak didiknya di kelas itu. Pak Radi, begitu Ia disapa.
Namanya Soeradi Budi, pengajar sejarah yang telah puluhan tahun bergelut dengan satu – satunya mata pelajaran dari cabang ilmu sosial yang wajib dipelajari oleh para siswa ilmu alam seperti saya. Mengapa siswa ilmu alam harus belajar sejarah? Pertanyaan yang tak henti berputar di kepala saya.
Pak Radi memulai pelajaran dengan coretan – coretan kecil di papan yang lebih mirip sebagai garis besar rangkaian peristiwa. Tak lama berselang, beliau mendongeng dengan penuh semangat. Nada bicaranya naik turun, mimik wajahnya berubah – ubah. Sungguh kontras dengan suasana pelajaran sejarah di jenjang kelas yang lalu dimana kami lebih banyak memahami materi dari modul. Siang dan panas dan dongeng tentang perjalanan negeri ini yang sebelumnya saya ekspektasikan akan berlangsung membosankan harusnya menjadi kompilasi penghantar tidur yang sempurna. Namun siang itu berbeda. Magnet yang ditebar Pak Radi lewat cerita – ceritanya benar - benar menghipnotis saya. Terlebih tema yang dibahas siang itu adalah sebuah kontroversi yang hingga kini masih menyimpan misteri hingga kini, G 30 S /PKI.
Kilas kabar yang berkaitan dengan pemberontakan PKI memang sudah seringkali saya dengar. Eyang saya yang merasakan atmosfer pemberontakan PKI kala itu tak pernah berkeberatan untuk menceritakan pengalamannya. Beliau banyak berkisah tentang bagaimana PKI merengkuh rakyat kecil dan berhasil menjadi organisasi massa terbesar di masanya. Tidak lebih. Beruntungnya siang ini Pak Radi menjelaskan seluruh rangkaian kejadian pada masa itu. Menurut beliau, meski pembunuhan terhadap tujuh jendral tak serta merta mempengaruhi sendi – sendi kehidupan rakyat desa, namun imbas dari peristiwa berdarah  tersebut sangatlah besar. Pembubaran PKI dan pembersihan seluruh elemen masyarakat dari unsur – unsur PKI yang digalakkan pemerintah merenggut begitu banyak nyawa. Di bawah komando Sarwo Edi Wibowo, yang tidak lain adalah ayah dari Ibu Negara Ani Yudhoyono, ribuan bahkan jutaan nyawa rakyat Indonesia yang dicurigai telah malang melintang di organisasi ini tak diketahui nasibnya.
Kemarin, tepatnya seminggu setelah pelajaran sejarah yang mengesankan itu, Pak Radi kembali berdiri di depan kelas kami dengan materi baru yang tak kalah menarik, Supersemar. Beliau menceritakan begitu banyak hal yang sama sekali belum pernah saya dengar sebelumnya, seperti Sidang Kabinet yang dibubarkan karena gelombang unjuk rasa rakyat di luar gedung MPR, perginya Sukarno ke kota Bogor bersama Leimena, Subandriyo dan rombongan, kedatangan tiga Pangllima Tinggi AD di Bogor hingga Surat Tugas untuk Suharto yang dikenal dengan nama Supersemar.
Berbeda dengan jam pelajaran - pelajaran lain, dimana saat guru meninggalkan ruang kelas saya selalu segera bergegas meninggalkan kelas untuk segera berlari menuju kelas lain yang harus diikuti, langkah  Pak Radi sama sekali tak membuat saya bergeming dari bangku tempat tubuh ini bersandar. Berbagai kisah perjuangan bangsa ini datang menyergap, membawa jiwa melayang di alam perenungan.
Enam puluh enam tahun memang bukan kurun waktu sesingkat kerlingan mata. Berbagai fase pasca kemerdekaan telah kita lalui sehingga negara ini telah kenyang makan asam garam. Namun apalah arti panjangnya enam puluh enam tahun perjalanan berpayungkan kata merdeka dan predikat sebagai sebuah negara bila dibandingkan dengan berabad jarak yang telah kita lewati sebagai sebuah bangsa, bangsa Indonesia yang telah kokoh berdiri sejak masa lampau?
Kekuasaan kerajaan hindu budha, kesultanan islam, penjajahan oleh bangsa barat, 350 abad menjadi negara jajahan kolonial, pendudukan Jepang, proklamasi kemerdekaan, masa orde lama, pemberontakan PKI, supersemar, orde baru sampai dengan bergulirnya reformasi adalah puzzle -  puzzle kecil yang membawa kita hingga sampai ke hari ini. Pertumpahan darah, pemberontakan, perebutan tahta adalah bagian yang telah kita lalui untuk menggapai kemerdekaan. Namun segala perjuangan tersebut akan berakhir sia – sia tanpa langkah nyata kita hari ini untuk ikut serta mengemban tanggung jawab sebagai penerus tongkat estafet yang kini berada di pundak kita.
Sejarah masa lampau yang memuat perjalanan bangsa ini haruslah menjadi pelajaran bagi seluruh rakyat agar tak lagi terjajah di tanah airnya untuk kedua kalinya. Sudah semestinya kita menjadi pemilik sah negara kita sendiri. Bekerja dan berkarya untuk bangsa kita, bukan untuk bangsa lain sebagaimana dahulu pernah dialami bangsa ini. Di samping itu, perjalanan panjang Indonesia merupakan motivasi terbaik untuk membalas jasa para pahlawan dan perjuangan rakyat di masa lampau dengan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang telah berhasil diraih.
Bila seluruh rakyat Indonesia mencerna perjalanan bangsa ini dengan kemurnian hati, niscaya Indonesia dapat merubah diri menjadi lebih baik. Bagaimana tidak, para pelajar tidak akan enggan belajar bila mengingat pertumpahan darah yang pernah dialami para pahlawannya. Para pejabat negara tak lagi tega menggerogoti uang rakyat saat membayangkan jutaan nyawa melayang untuk menggapai kemerdekaan. Anak – anak bangsa terus menerus berkarya untuk mengisi kemerdekaan yang telah dicapai dengan susah payah sehingga tujuan negara sesuai amanah UUD 1945                tidaklah mustahil untuk diwujudkan.
Bila tujuan UUD 1945 mampu diwujudkan maka perlindungan terhadap segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia dapat dilaksanakan karena stabilitas keamanan dan ketertiban telah tercapai, kesejahteraan umum dirasakan oleh semua lapisan masyarakat  serta pendidikan untuk mebentuk Indonesia yang cerdas dapat dienyam oleh warga negara. Cita – cita luhur yang tengah menanti untuk kita jadikan nyata.
Celotehan ini hanyalah sebuah refleksi dari kejadian sepele saat pelajaran sejarah. Sebuah perenungan yang menjawab pertanyaan saya tentang mengapa siswa Ilmu alam harus mendapat pelajaran sejarah. Tentu saja karena dalam sejarah terdapat pelajaran yang dapat diambil kisah masa lampau, agar kita tak mengulang kesalahan yang pernah dilakukan serta motivasi kuat untuk menjadi pribadi yang lebih baik hari ini.

-Indonesia, maaf hari ini saya tidak datang di Upacara Peringatan Hari Ulang Tahunmu yang Ke-66. Semoga kado kecil ini mampu menjadi pengganti ketidakhadiran saya pagi tadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar