Beberapa hari ini, saya
menikmati hari – hari libur akhir semester yang minggu ini memasuki pekan kedua.
Jumat minggu lalu tepatnya, kakak saya menyodorkan sebuah buku berjudul “Cado –
Cado; Catatan Dodol Calon Dokter”, sebuah buku (mungkin lebih tepat saya sebut
kumpulan cerita nyata super konyol) yang ditulis Ferdiriva Hamzah, dokter
lulusan Fakultas Kedokteran Univeristas Indonesia. Pada buku setebal 190
halaman yang mengisahkan lika – liku perjalanan Riva (panggilan akrab dr.
Ferdiriva) ketika menjalani masa rotasi klinis di berbagai rumah sakit di
Jakarta dan sekitarnya.
Apa itu rotasi klinis?
Setelah menyelesaikan pendidikan S1 selama 7-8 semester (bervariasi tiap
universitas), maka seorang mahasiswa kedokteran akan mendapat gelar Sarjana
Kedokteran serta mendapat gelar lain yaitu Dokter Muda alias ko ass (asisten dokter
“beneran”).
Bukan tentang Cado –
Cado yang tiap barisnya mampu mengundang gelak tawa (perjalanan masa rotasi
klinis dokter yang satu ini memang bisa dibilang konyol), atau dr.Riva yang
kini telah mampu menyelesaikan pendidikan dokter spesialis dan bergelar
spesialis mata. Yang ingin saya bahas adalah berbagai macam istilah kedokteran
yang ditebar sang penulis di tiap lembar bukunya. Istilah – istilah dasar
memang, seperti anamnesis dan penyakit nosokomial. Namun, saya yang notabene baru
6 bulan mengenyam pendidikan di fakultas kedokteran mampu menangkap kosakata
yang bagi masyarakat luas lebih mirip bahasa alien. 6 bulan!
***
Suatu pagi di weekend lalu, saya tengah asyik
berselancar di dunia maya (re: sign in
facebook dan mengecek timeline
twitter), tiba – tiba Papa saya datang dan meminta tolong untuk dibukakan website-nya MTA (Majelis Tafisr Al-Quran).
Fyi, Papa saya sedang hobi – hobinya mendengarkan radio channel-nya MTA. Fyi (lagi),
MTA adalah sebuah gerakan islam (entah pantas saya sebut organisasi
masyarakat/ormas atau tidak) yang berkantor pusat di Surakarta dengan
penceramah dengan popularitas paling tinggi bernama ustadz Sukina.
Di home laman MTA tersebut saya menemui berbagai kosakata yang,
menurut saya asing, tidak pernah saya temui selama ini, seumur hidup saya 18
tahun 6 bulan sebagai seorang muslim. Selain menjamah website MTA, saya dan
Papa juga membuka beberapa laman yang berada di halaman pertama yang
ditampilkan google ketika kami
mengetikkan kata kunci ‘Majelis Tafsir Al-Quran’. Lagi – lagi istilah yang
bertebaran adalah kata – kata yang tidak saya tahu artinya. Sebagai umat muslim
yang “living in the way of islam”
sepanjang hidup saya, selama 222 bulan ini tentu saya tercengang menemui fakta
dan realita bahwa saya tidak mampu mencerna kata – kata di beranda sebuah laman
organisasi muslim. 222 bulan!
222:6 oh 222:6!
Logika saya mencerna
bahwa kata – kata berbau medis yang ditampilkan dokter Riva tentulah lebih
profundal (dalam) dibanding kosakata di beranda berbagai laman islami. Tapi toh
nyatanya, kata – kata itu lebih mampu saya pahami ketimbang istilah keislaman
yang tertuang di web – web yang saya bukan. Entah siapa atau apa yang salah.
Yang saya tahu hanyalah 222:6 menunjukkan hasil 37; yang berarti saya telah
menjadi muslim (dan mempelajari islam) 37 kali lebih panjang rentangnya
dibanding perjalanan saya di dunia kedokteran. Namun hal itu belum menjamin
bahwa kedalaman ilmu agama saya 37 kali lebih profundal dibanding pengetahuan
saya di bidang medis. Detik itu juga
saya tentukan, saya akan mengikuti kelanjutan program AAI (Asistensi Agama
Islam) di semester 2 nanti. Bismillah!
Posting
yang menampilkan dua sisi ini terinspirasi dari buku Dewi Lestari yang akan
diangkat ke Layar Lebar, RectoVerso. Singkatnya RectoVerso memiliki makna dua
sisi. Di beberapa post selanjutnya akan kembali ditampilkan beberapa kisah
dengan gaya penulisan yang berakar pada RectoVerso.
waaw, hmm iya ya, semakin berilmu kita, semakin kita sadar bahwa kita gak tau apa-apa..
BalasHapusjadinya kamu ikut follow up AAI dhan?