Pages

Selasa, 25 Oktober 2011

Yang Mujur yang Tergusur

Carut marut yang terjadi di dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II memang telah menjadi rahasia umum. Berawal dari diangkatnya wakil - wakil menteri yang dinilai banyak pihak sarat nuansa politik, kasus korupsi Proyek Pembangunan Wisma Atlet yang berhembus beberapa waktu lalu semakin mencoreng nama Presiden SBY dan kabinet.
Hukum dan Penegakan HAM, salah satu bidang yang menjadi andalan Kabinet Indonesia Bersatu pertama dan diharapkan dapat kembali mencetak prestasi besar lewat Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, pada kenyataannya tak lagi pantas diacungi dua jempol. Mencuatnya berbagai macam kasus hukum yang masih menggantung hingga saat ini memupus harapan rakyat yang besar tentang kemajuan di bidang hukum yang pada awal pemerintahan SBY sudah di depan mata.
Tidak hanya bidang hukum yang prestasinya kian melorot bila dibandingkan dengan kabinet jilid lalu, citra pribadi SBY sebagai pemimpin yang anti korupsi pun mulai luntur. Disadari atau tidak, terungkapnya kebobrokan Partai Demokrat, yang diketuai SBY, melalui pengakuan Nazaruddin Iskandar berhasil membentuk opini publik bahwa SBY tak becus memimpin partainya sendiri. Bila menjadi Pimpinan sebuah komunitas massa bernama partai saja tak sanggup, bagaimana mampu menjadi pemimpin sebuah negara berpenduduk 200 juta jiwa yang bila ditilik dari jumlah kepalanya jauh lebih banyak dibanding sebuah partai, tanya yang menggelitik kalbu sebagian besar kalangan.
Seolah tak ingin tinggal diam dan membiarkan opini publik semakin berkembang, reshuffle kabinet menjadi jawaban SBY atas keraguan rakyat pada kinerjanya. Namun sayang, langkah perombakan kabinet yang di dalamnya tersimpan asa jutaan rakyat kita lagi – lagi tidak mampu memuaskan keinginan rakyat yang rindu pemerintahan yang jujur, adil, bersih, bertanggung jawab dan bermatabat, sesuai cita – cita luhur pancasila dan UUD 1945.
Langkah reshuffle yang diharap dapat mengembalikan SBY dan kabinet keep on track, berujung pahit dan tak memihak kepentingan rakyat. Bagaimana tidak, sejumlah menteri yang terseret kasus dan kementriannya bermasalah dipertahankan atas nama kepentingan politik pribadi, sedang menteri lain yang berkinerja baik digusur agar posisinya dapat diduduki pihak – pihak yang banyak berkontribusi mendukung SBY. Belum lagi pengangkatan wakil menteri yang kian sarat nuansa politik tanpa bisa dipertanggungjawabkan manfaatnya. Sungguh Ironis. Bila demikian, apalah beda Rezim Reformasi yang digawangi SBY bila dibanding Rezim Orde Baru milik Pak Harto? Toh, keduanya sama saja, lebih menjunjung kepentingan kolega penguasa yang berjumlah segelintir kepala bila dibanding nasib ratusan juta rakyat.

Tekesan Ala Kadarnya
Tak berhenti pada permasalahan-permasalahan di atas, citra lain yang jelas tergambar pada reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II adalah pemikiran yang tak matang dan ala kadarnya. Bagaimana bisa seorang Jero Wacik, yang dua periode ini bergelut di bidang pariwisata dan budaya sekejap mata diberi kepercayaan untuk mengemban amanah di energi dan sumber daya, Marie Elka Pangestu yang lama berkutat di bidang perdagangan sontak dipercayai di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif. Meski mirip dalam nama karena kedua bidang berkutat dengan ekonomi, namun tentulah petinggi-petinggi kita yang banyak berilmu mengerti bahwa ilmu pendekatan yang digunakan pada kedua bidang tersebut jauh berbeda karena ekonomi perdagangan berkaitan dengan ekonomi makro sedang kekuatan sektor ekonomi kreatif lebih erat dengan ekonomi mikro. Keduanya adalah dua cabang ekonomi yang berseberangan sehingga akan lebih bijaksana bila professional yang dimiliki negeri ini tetap berkonsentrasi dan diamanahi sesuatu yang benar-benar merupakan concern-nya selama ini.

Yang Tak Mujur yang Tergusur
Beberapa menteri yang didepak dari kabinet belumlah tentu mereka yang tak berkinerja baik. Bisa jadi tergusurnya nama mereka dari kabinet didasari oleh kepentingan kontrak politik sebagian kecil pihak. Sebut saja Fadel Muhammad yang selama ini kementriannya adem ayem namun harus angkat kaki dari kabinet karena kursinya telah ter-booking pihak lain yang mungkin lebih berkontribusi pada kepentingan penguasa. Mengapa harus Fadel? Tak ada yang tahu karena barometer yang digunakan bukanlah kinerja. Perombakan kabinet yang demikian inilah yang kemudian saya citrakan dengan istilah yang tak mujur yang tergusur.

Essay abal-abal ini dibuat karena Bu Suji. Isinya memang sangat subyektif, tapi ya itulah yang ada di otak saya tentang reshuffle. Bagi yang tidak nyaman dengan tag, boleh untag yaa. Sebenernya tujuan tagging adalah memberi sarana untuk teman-teman yang suka nulis untuk share karyanya, dan sedikit share opini saya ke teman-teman generasi penerus yang hebat!
At least, mungkin di konteks reshuffle ini Pak Beye minus, tapi di lubuk hati paling dalam saya meyakini bahwa sikap beliau yang kurang 'sreg' di hati rakyat kali ini sebenarnya hanyalah akumulasi dari tekanan dan intervensi berbagai pihak. Di luar itu semua, selamat berkarya bagi tanah air tercinta, Pemuda Indonesia Penerus Bangsa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar