Pages

Sabtu, 17 Desember 2011

Jawab untuk Sebuah Tanya (I)

Bukan mauku tersakiti, untuk kemudian menangis karena luka. Satu yang kumaui dari itu semua adalah karenanya au lebih banyak menyingkap makna. Karenanya aku lebih banyak bertanya-tanya. Dan karenanya pula aku lebih dan lebiih banyak lagi mengerti.

Luka yang kalian gores sepenuhnya menyakiti. Aku menangis dengan kerasnya. Tidak terbendung.
Sakit itu pasti, kalian pun mengerti.
Tapi yang hanya aku sendiri yang tahu; aku malu.
Malu pada diriku.

Semua orang bilang; masa putih abu adalah yang terindah. Yang hanya sekali. Yang di dalamnya orang-orang belajar tentang ilmu bersahabat. Tertawa. Menangis. Rapuh. Berdiri. Bersama - sama dan saling bergandeng tangan. Aku tetap tidak mampu memahami. Buatku sama saja. Mereka yang di sekitar hanyalah topeng-topeng berkaki yang dapat semaunya berjalan kesana kemari. Sedikit tawa yang kadang kuanggap lelucon Tuhan untuk menghapuskan luka yang telah tinggi membumbung. Beberapa teman yang setia. Mungkin banyak orang baik disini yang belum aku temui, tapi yang kukenal baik, sebagian besar hanyalah topeng kepalsuan. Tak ada tawa yang membahana, lebih banyak senyuman haru; sisanya adalah perjuangan. Berjuang untuk tetap bernafas di kota pikuk yang di dalamnya hidup manusia - manusia tangguh.

Dimana, dimana tawa dan canda membahana yang mereka ceritakan?
Mana, mana yang mereka bilang persahabatan?

Aku semakin tak mengerti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar